Belajar dari Pengalaman Rawat Bonsai
Posted on January 25, 2008 by ppbisidoarjo
Pertemuan PPBI Cabang Sidoarjo kali ini, digelar dengan agenda berupa pendidikan kilat (diklat) tentang tatacara merawat bonsai. Wawang Sawala, dari seksi pendidikan, yang tampil sebagai narasumber langsung mengajak peserta pertemuan di kebun Husni Bahasuan di kawasan Bintang Diponggo Surabaya itu (12/1) untuk secara bersama-sama mengkaji dan melakukan training dengan bakalan bonsai yang tersedia.
Pohon rempelas, bakalan pertama yang disediakan, selama ini dikenal ada dua jenis. Yaitu yang memiliki daun runcing, ada yang bergerigi. Menurut pengalaman Syaiful Arief, seorang trainer yang ikut hadir menyampaikan pengalamannya, bahwa daun rempelas sulit dibuat menjadi ukuran kecil yang proporsional dengan batangnya. Jadi untuk membuat proporsional harus diperbesar dulu
batangnya.
Kata Wawang, pohon Rempelas memang sangat jarang muncul di pameran. Diakuinya, dia tidak memiliki pengalaman melakukan training rempelas. Kebetulan, bakalan milik Husni Bahasuan ini memiliki batang majemuk, atau bergaya clumb. Maka diskusipun berlangsung seru, tentang bagian mana yang harus dipotong. Masing-masing orang memiliki pendapat sendiri, bahkan cenderung berseberangan.
Pengenalan jenis tanaman ini memang penting. Sebab, menurut Wawang, tiap jenis tanaman membutuhkan perlakuan yang berbeda satu sama lain. Ketika menghadapi bakalan bonsai, katanya, sebaiknya tidak berpikir tentang gaya apa yang akan diterapkan. Perhatikan baik-baik bakalan tersebut, lantas tentukan center of point, yaitu memilih bagian yang paling menarik untuk ditonjolkan sebagai tampak depannya.
Pentingnya Media
Satu hal yang sangat mendasar untuk para pemula, adalah bagaimana menguasai media bonsai itu sendiri. Sebab, meski bonsai adalah sebuah karya seni rupa, namun kalau ternyata tidak tumbuh subur dan sehat, maka tidak layak disebut bonsai yang bagus. Salah satu aspek kesehatan dan kesuburan itu adalah bagaimana medianya yang pas untuk bonsai.
Perhatian terhadap media itu sudah harus dilakukan sejak masih berada di habitat aslinya. Itu kalau mendapatkan bakalan dengan cara berburu. Menurut pengalaman, untuk mendapatkan Cemara Udang harus menyertakan juga tanah asalnya. Ketika kemudian ditanam dalam pot, cemara atau tanaman pantai lainnya, gunakan pasir dengan porsi lebih banyak, dengan perbandingan 3:1 (pasir : humus).
Ada pengalaman lain, bahwa Santigi, pada awalnya tidak boleh menggunakan pupuk organik. Menurut Wawang, hal ini karena lebih banyak risiko yang timbul karena pupuk organik dikhawatirkan tidak steril. Apalagi sebagai tanaman baru rentan penyakit. ”Medianya pakai pasir saja 100 persen,” ujar Wawang.
Sesekali boleh dilakukan penyiraman dengan pupuk organik, namun dalam konsentrasi yang sangat encer, misalnya dengan B-1.
Disarankan, bakalan yang baru diambil dari alam, jangan terkena langsung terkena sinar matahari, tapi juga jangan ditempatkan di tempat gelap. Cukup di tempat teduh, dan secara bertahap digeser ke tempat yang terkena sinar matahari. Kalau terus berada di tempat gelap akan menyulitkan adaptasi, sehingga kalau nanti terkena panas malah langsung mati.
Sebagai tanaman baru, juga disarankan agar melakukan pengurangan daun untuk mencegah penguapan. Peletakan batang sedemikian rupa, yang kokoh, agar tidak goyang.
Penyiraman tidak usah dilakukan selama medianya sudah lembab, cukup dikerudungi saja. Kalau sudah tidak ada pengembunan, baru disiram.
Pengerodongan dengan plastik transparan selain dimaksudkan untuk menghindari penguapan, juga merangsang tumbuhnya tunas, setelah sebelumnya disiram dengan perangsang akar dengan konsentrasi rendah.
Namun berdasarkan pengalaman lain, kerodong plastik ada bahayanya, karena begitu dibuka masih butuh adaptasi lagi. Ada yang lebih suka pakai paranet, yang alamiah saja, asal rajin diperiksa, maka bakalan bakal tumbuh subur. Waspadai jamur di musim hujan, semprot dengan fungisida sebelum parah.
Soal penyiraman, sulit menentukan resep tepat berapa kali penyiraman. Tergantung cuaca, udara dan sebagainya. Sebaiknya dipelajari berdasarkan pengalaman teman-teman yang sudah melakukannya. Yang jelas, jika medianya terlalu halus, penyiraman cukup seminggu 1 – 2 kali. Kalau porous, bisa beberapa kali. Cara mengukurnya, kalau disiram cepat habis, berarti butuh penyiraman lebih sering.
Penggunaan pupuk bisa juga memilih jenis yang slow release, yaitu yang larut sedikit sedikit, misalnya srintil atau kotoran kambing. Untuk pupuk halus, tempatkan di atas media, sedikit ditutupi media, tapi jangan diaduk, supaya tidak langsung menurun ke dasar pot. Sebab secara alami pupuk halus akan menurun seiring dengan frekensi penyiraman. –hnc
(Majalah GREEN Hobby, edisi 6/Januari-Februari 2008)
Tips Dan Belajar Budidaya Tanaman Bonsai
Usaha budidaya bonsai semakin eksklusif saat ini, tapi membutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam menjalankan usaha agro ini, mari kita simak bersama artikel sahabat dibawah ini
Dalam membuat bonsai ada dua hal penting yang perlu kita perhatikan yakni mengenai pertumbuhan alami dan pertumbuhan rekayasa sesuai pembentukan. Bonsai dengan pertumbuhan alami jika di selidiki dengan seksama ada beberapa bentuk atau gaya dalam membuat bonsai, antara lain;
MODEL ATAU GAYA BONSAI
Model atau gaya bonsai paling dasar yang perlu dikuasi pemula adalah berdasarkan gaya tumbuhnya, yakni formal dan menggantung. Penjabaran lebih jelas kedua gaya ini adalah sebagai berikut:
a. formal
Model atau gaya formal mengikuti pertumbuhan normal dari tanaman yang bersangkutan. Gaya ini terdiri dari tegak lurus, tegak berliku, dan miring.
1. Tegak Lurus
Bonsai dengan gaya tegak lurus memiliki batang yang tegak lurus dari pangkal akar sampai ke top mahkota atau puncak batang. Diameter pangkal batang besar dan semakin ke atas batang semakin mengecil. Demikian juga dengan cabang dan ranting pun semakin ke ujung semakin mengecil. Diameter cabang dibagian bawah lebih besar dibandingkan dengan bagian atas. Akar bonsai ini kuat dan menjalar ke segala arah dipermukaan media tanam. Bonsai dengan gaya ini memiliki jarak antar cabang yang tidak merata. Semakin ke atas jarak antar cabangnya semakin rapat. Arah percabangan harus diperhatikan.
Pembentukkan bonsai dengan gaya tegak lurus diawali dengan menentukan cabang yang akan dijadikan sebagai top mahkota. Setelah cabang top mahkota ditentukan, batang yang terletak diatasnya dipotong. Sebaiknya, pemotongan batang tersebut menghadap kesamping atau kearah belakang agar bekas pemotongan tidak tampak didepan.
2. Tegak Berliku
Bonsai dengan gaya tegak berliku memiliki batang yang tegak, tetapi berlekuk-lekuk. Seperti halnya bonsai dengan gaya tegak lurus, bonsai ini juga memiliki pangkal batang yang besar dan semakin ke top mahkota mengecil. Cabang bagian bawah lebih besar dibandingkan cabang dengan bagian atasnya. Namun, cabang bagian atas itu tampak tumbuh di setiap lekukan batang. Cabang bagian bawah dibentuk hingga tingginya sepertiga dari tinggi keseluruhan batang. Lekukan sebaiknya selalu dibuat mengarah kekiri dan kekanan atau sebaliknya. Agar terkesan alami, arah cabang perlu dibuat kedepan agak menyerong kekiri atau kekanan, sehingga lekukannya tampak dari arah depan.
3. Gaya Miring
Bonsai dengan gaya miring mengesankan sebuah pohon yang tumbuh di sebuah lereng atau tanah yang miring. Bonsai dengan gaya ini memiliki pangkal batang yang lebih besar dari pada pucuk batangnya. Akarnya harus terkesan kuat menahan tegaknya pohon. Pembentukan bonsai bergaya miring diawali dengan pengawetan batang. Batang yang tadinya tumbuh tegak diubah arah tumbuhnya ke samping dengan melakukan pengawatan. Lama-kelamaan, batang yang dikawat akan tumbuh miring dengan sendirinya.
Arah percabangan sebaiknya dibuat sejajar dengan permukaan tanah atau merunduk kea rah permukaan tanah, sehingga kesan miring bisa terlihat jelas.
b. Menggantung atau cascade
Gaya ini berlawanan dengan pertumbuhan normal tanaman. Gaya ini ada dua, yakni semi menggantung dan murni menggantung
1. Setengah Menggantung
Bonsai dengan model setengah menggantung mengesankan pohon yang tumbuh di tempat-tempat tandus, seperti tebing yang curam. Pohon di sela-sela tebing pertumbuhannya akan membelok ke atas mencari cahaya. Jika dipindahkan ke pot, pohon itu tampak miring dan menggantung. Bonsai dengan gaya ini puncak atau top mahkotanya tidak boleh melebihi bibir pot.
2. Menggantung
Gaya menggantung sama dengan gaya setengah menggantung, hanya top mahkotanya melebihi atau jauh dibawah bibir pot. Cara pembentukannya juga sama dengan pembentukan bonsai bergaya setengah menggantung.
C. TEKNIK MEMBONSAI
a. pemotongan dan pemangkasan
prinsipnya, pemotongan dan pemangkasan dilakukan hingga lukanya rata dengan permukaan pangkal tumbuhannya. Pemotongan batang atau cabang yang kurang sehat atau pertumbuhannya jelek harus mempertimbangkan pertumbuhan cabang atau lainnya yang sehat. Pertumbuhan bisa diperbanyak dengan cara pemotongan akar mengarah ke samping.
b. pengawatan
Bertujuan membentuk batang, cabang, dan ranting agar tumbuh sesuai dengan arah yang diinginkan. Pengawatan harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan terlalu kencang, tetapi jangan terlalu longgar.
c. posisi bonsai di pot
Posisi yang sempurna ditentukan oleh letak tanaman di pot yang digunakan. Posisi bonsai tergantung pada gaya yang digunakan. Jadi, bonsai tidak harus ditanam ditengah-tengah pot. Dipot persegi panjang, lonjong, atau oval, atau pot memanjang, tanaman bisa diletakan dengan jarak sepertiga dari sisi pot.d. penanaman
Langkah-langkah penanaman bonsai:
1. siapkan pot, media tanam, dan bakalan bonsai
2. kurangi akar bakalan bonsai agar sesuai dengan ukuran pot
3. masukkan sebagian media tanam ke dalam pot
4. tanam bakalan dengan posisi tanam yang pas
5. masukkan kembali media tanam untuk menguatkan posisi tanam tersebut, kemudian padatkan menggunakan ujung jari dan telapak tangan
6. rawat bonsai dengan baik. Menciptakan kesan tua Bonsai akan lebih bagus jika tanaman tersebut diberi kesan tua. Kesan tua ini biasanya ditandai dengan pertumbuhan cabang yang rata-rata merunduk ke bawah dan akar yang menjalar sampai permukaan tanah.
Semoga bermanfaat.
sumber:http://www.ngiten.co.cc
Robert Steven, Pebonsai Indonesia yang Diakui Dunia
Sihar Ramses S | Sabtu, 23 Maret 2013 - 12:29:15 WIB
: 224
Banyak penggemar tanaman bonsai mengatakan dia adalah salah satu master bonsai Indonesia.
Ketika hal itu diungkapkan padanya, dia menolak. “Ah, itu bukan tugas saya untuk menilai, biarkan orang lain. Saya tidak peduli anggapan itu,” ujar lelaki yang dari istrinya, Yuni, memiliki satu putra dan satu putri, Ongston Bhearto dan Queency Luvry itu.
Kendati selama sepuluh tahun belakangan dia sudah diundang ke luar negeri hingga puluhan kali untuk mengajar bonsai di berbagai belahan dunia, sikapnya tetap bersahaja. Rumahnya yang terletak di wilayah Jl Batu Tulis, Pecenongan, Jakarta, yang sengaja dibentuk serupa separuh kapal besar itu, tertata asri tanaman di antara kolam ikan.
Asri dan khas. Yang unik, tak terlihat banyak bonsai di sana, kecuali beberapa bonsai ukuran kecil. “Saya banyak menaruhnya di Pusat Bonsai Pluit,” ujar lelaki kelahiran Binjai, 25 Juni 1958 yang memiliki tiga asisten untuk mengelola bonsainya di area Jl Taman Pluit Jakarta.
Lelaki yang sejak sekolah dasar hingga berkuliah di Kota Medan namun tak tamat kuliah itu, pindah ke Jakarta pada 1979. Dia punya sikap yang unik, dia sama sekali tak pernah menjual bonsainya. Setidaknya sampai sekarang, Robert tetap mempertahankan sikap untuk tak menjual bonsai karyanya.
Robert yang secara autodidak menyukai dunia seni rupa, melukis terutama mematung itu kemudian terjun ke bisnis patung. Dia membuka pabrik patung di Bogor, Cengkareng dan Yogyakarta. Di tahun 1990-an dia tak meneruskan bisnis ini karena kalah bersaing dengan China sehingga dia pun sempat pindah ke Zhejing, China dan membuka pabrik di sana selama lima hingga enam tahun.
Namun, kegiatan bonsai tetap dilakukannya, termasuk kegiatannya di beberapa organisasi bonsai di dunia, antara lain sebagai Director di BCI (Bonsai Clubs International), Amerika dan Sekjen ABFF (Asia Pacific Bonsai Friendship Federation).
Pada awalnya, dia membonsai sendiri tanpa bergaul dan belajar. Di tahun 1996, dia mengenal seorang teman dari Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) dan mulai diajak bergabung di organisasi itu.
“Di situlah saya perkenalkan bonsai koleksi saya. Saya dibilang, ini salah, nggak boleh gini. Saya belajar di sana, bukan semakin pinter malah semakin pusing karena penuh dengan berbagai aturan. Yang mereka sebut bagus kok saya lihat tidak indah, yang saya senang malah dibilang salah,” ujarnya.
Karena perbenturan itu, pada 1999, dia sempat frustrasi dari aktivitas membonsai. Padahal, saat itu dia sudah menjabat sebagai Ketua Departemen Hubungan Massa dan Departemen Hubungan Luar Negeri PPBI.
Mengenal Filosofi Bonsai
Ketika itu, memasuki tahun 2000-an, Ismail Saleh kemudian meminta agar dia mendampingi ke Shanghai, China dalam memenuhi undangan untuk belajar seni bonsai China. Dia diminta menerjemahkan bahasa China sekalian Robert dapat mempelajari bonsai di sana.
Mereka belajar dengan seorang master bonsai di Shanghai dari pemerintah – semacam Departemen Taman Kota di Shanghai. Namanya Hu Yun Hua. “Di situlah saya mendapatkan suatu pencerahan. Di China tak diajarkan aturan, tapi estetika dan filosofi. Ketika pulang dari sana, saya beli semua buku dan saya baca.
Ternyata memang tak ada buku bonsai yang mengajarkan tentang estetika seni, tapi hanya teknik dan aturan. Hasilnya, semua yang kita sebut sebagai salah dan benar itu, ternyata ada korelasinya dengan estetika seni dan hukum hortikultura. Itu konsep dasarnya,” tutur Robert.
Dia pun mulai mengubah bonsainya secara total dari nol. Lima tahun dia mengubah bonsai-bonsainya itu hingga komunitas pun mulai melihat sesuatu lain yang berkembang pada karyanya. Dia mulai menulis artikel-artikel, lalu terbitlah bukunya yang pertama dalam edisi bahasa Inggris yang fokus pada estetika seni dan hukum hortikultura.
Buku pertama tersebut adalah Vision of My Soul yang diterbitkan pada 2005 silam dan menjadi buku best seller di luar negeri. Karya keduanya adalah Mission of Transformation yang juga kemudian menjadi acuan di kalangan bonsai dunia.
“Sekarang saya sedang menyiapkan tiga buku, satu buku kali ini dalam bahasa Indonesia dan ditujukan untuk publik bonsai di Indonesia, isinya sari pati dari buku-buku dan artikel saya sebelumnya,” ujar Robert.
Jadi, membonsai tak mengacu pada aturan, namun juga memperhatikan aspek estetika termasuk fisiologi dan morfologi tanaman, kenapa bentuknya seperti itu. Jadi, tak ada aliran, karena pohon itu adalah bagian dari alam.
“Saya pernah ketemu dengan orang yang selalu berbicara mengenai aliran bonsai, namun bingung sendiri ketika diminta mendefinisikan setiap aliran serta konsepnya,” kata Robert yang juga pernah aktif sebagai “fungsionaris” Asia Pasific Bonsai Friendship Federation (ABFF) dan Bonsai Clubs International, namun undur diri dari semuanya sejak tiga tahun belakangan ini.
Bagaimanapun, PPBI sebenarnya diharapkan dapat menjadi lembaga yang mewadahi dunia perbonsaian sekaligus memberikan sosialisasi dan apresiasi kepada masyarakat, termasuk memberikan pendidikan kepada anggota khususnya di daerah, namun nyatanya tidak berjalan.
Untuk kepentingan itu, sejak 2004 Robert menjadi inisiator Forum Diskusi Seni Bonsai yang sejak 2004 sudah rutin digelar di lebih dari 20 kota di seluruh Indonesia; baru minggu lalu digelar di Cirebon.
“Sempat ada yang mencoba memboikot kegiatan kami, padahal tujuan diskusi ini untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang seharusnya dilakukan organisasi, kok malah dilarang. Tetapi, justru kehebohan yang mereka lakukan di jejaring sosial membuat acara tersebut sangat ramai, pesertanya lebih 100 orang dari lebih 16 kota,” ujar lelaki yang mengaku pertama kali membonsai dengan membeli jenis beringin di areal Puncak, Jawa Barat setelah dia pergi dari Medan ke Jakarta, selepas berhenti kuliah.
Dari Stempel hingga Barang Antik
Di rumahnya terlihat banyak patung dan barang antik dengan berbagai latar budaya dan spiritualitas di dunia. Robert Steven mengaku memiliki kesukaan lain yang menyangkut soal seni rupa juga, yaitu koleksi barang antik dari berbagai belahan dunia. “Barang-barang antik ini saya dapatkan dari perjalanan ke luar negeri ketika diundang para pebonsai dari berbagai negara,” ujarnya.
Barang-barang antik itu diletakkan di ruangan tamu dan di lantai atas rumahnya. Sebagai seorang yang menyukai dunia seni patung dan seni lukis juga pernah menekuni bisnis patung, dia mengaku tertarik mengoleksi patung.
Robert, seorang pebonsai yang hingga kini belum pernah menjual bonsainya, memiliki usaha bisnis memasok pot dan peralatan bonsai impor dari China dan Jepang. Selain itu, dia adalah pemilik usaha bahan baku stempel di bawah bendera Mark Stamp.
Kantor produk stempel tanpa bantalan ini terletak di Hayam Wuruk, diakui sebagai pemasok utama di Indonesia.
Sumber : Sinar Harapan
Pemahaman Bonsai
Oleh: Rudi Julianto
Langkah Awal Mengenal bonsai
Kita semua sepakat bahwa bonsai adalah sebuah karya seni yang sangat rumit. Di dalam membuat bonsai yang baik, dibutuhkan 2 syarat yaitu: pengetahuan holtikultura dan pemahaman alam yang cukup memadai. Keduanya harus bisa dipadu dengan perasaan seni sang pembuat (seni rupa) . Bonsai juga merupakan sebuah karya seni yang tidak pernah berakhir, karena obyeknya adalah tumbuhan hidup yang memerlukan perawatan yang baik sebagai syarat bisa tumbuh dan berkembang sepanjang hidupnya.
Sebelum bahan kita buat menjadi bonsai, sebaiknya kita merancang disainnya terlebih dahulu. Dalam membuat disain, harus diakui tidak mudah, karena disain itu sebenarnya adalah perwujudan rasa. Jadi akan sangat sulit bagi kita untuk bisa merumuskan apalagi diajarkan. Lantas bagaimana kita bisa memulai membuat bonsai? Banyak para ahli menyatakan pendapat-pendapat mereka tentang bagaimana cara membuat bonsai mulai dari tahap dasar sampai akhir. Sebaiknya kita tidak menjadikannya sebagai aturan-aturan baku yang harus dituruti, tetapi lebih baik apabila kita bisa secara bijak memahami dan menjadikannya sebagai dasar pemikiran dan acuan saja
Belajar membuat bonsai akan terasa lebih mudah apabila kita mau memahami secara mendasar beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek tumbuh dan hidup. Disini kita harus mengerti betapa pentingnya perawatan yang baik dan memadai agar tumbuhan yang akan kita jadikan bonsai bisa tumbuh dengan sehat. Tanpa kesehatan yang baik kita tidak pernah bisa berbuat apa-apa. Kita harus mengerti tentang kebiasaan tumbuhnya secara menyeluruh; akar, daun, batang, cabang dan ranting. Media tanam yang cocok, makanan (pupuk) dan air juga menjadi hal yang wajib kita ketahui. Hal terpenting lainnya adalah mengetahui dan memahami habitat aslinya, hal ini sehubungan dengan kecocokan dimana kita merawatnya (dataran tinggi atau rendah), seberapa banyak dia membutuhkan cahaya matahari dan angin . Bonsai dengan jenis dan cara perawatan yang sama akan tumbuh berbeda sesuai dengan tempat dia dirawat. Cuaca atau kondisi alam juga akan sangat mempengaruhi pertumbuhannya.
2. Aspek keindahan alam. Pada dasarnya membuat bonsai adalah menyajikan sebuah miniatur keindahan pohon di dalam sebuah wadah atau pot dengan dasar acuan pemahaman alam yang indah, unik dan artistik, fenomenal dan lain-lain. Untuk mengerti atau menciptakan keindahan tersebut di atas sangatlah tidak mudah, karena diperlukan pengamatan dan pemahaman yang mendalam, tidak hanya secara visual tetapi juga rasa. Sebagai contoh: Apabila kita sedang melihat photo sebuah pemandangan yang sangat indah di alam, maka selain enak dipandang tentu saja kita juga merasakan sesuatu yang lain, misalkan sejuk, gersang, romantis, dll. Keindahan yang terasa ini adalah akibat terciptanya sebuah komposisi alam yang menimbulkan sebuah drama atau nuansa alam yang begitu mempengaruhi perasaan orang yang melihat. Sama halnya dengan pada saat kita melihat bonsai, selain keindahan secara visual, jiwa atau aura dari bonsai tersebut sebaiknya juga harus bisa muncul atau tersirat sehingga bisa di rasakan oleh “mata hati” kita.
3. Aspek estetika seni. Tujuan utama pencapaian keindahan atau estetika seni adalah pembuatan komposisi yang baik dengan memperhatikan 4 faktor dasar yaitu keseimbangan, kesatuan, irama dan pusat perhatian, dengan memadukan elemen-elemen; garis, bidang, warna, dan tekstur. Di dalam aspek estetika seni rupa membuat bonsai, sangat berbeda dengan kita membuat sebuah karya seni rupa lainnya seperti lukisan, patung dll. Dalam membuat lukisan atau patung, sang seniman hanya mencurahkan perasaan seninya tanpa perlu memperhitungkan respon dari obyeknya (kanvas, tanah liat dll). Pencapaian estetika seni yang indah di dalam sebuah bonsai adalah bagaimana pembuat bisa menuangkan perasaan seni yang diinginkannya dalam estetika seni rupa yang benar dan dapat direspon baik oleh pohon sesuai dengan kebiasaan hidupnya. Atau sebaliknya bagaimana seorang pembuat dapat merespon sebuah kelebihan, keunikan, fenomena atau bahkan kekurangan dari sebuah pohon untuk ditata dan ditanam dalam sebuah pot dan dijadikan sebuah bonsai yang indah dilihat dan enak dirasa.
4. Aspek kasih sayang. Ini adalah hal terpenting dalam pembuatan bonsai. Pada awalnya seorang mulai memilih dan menyatakan akan menjadikan sebuah pohon menjadi bonsai, maka pada tahap ini sudah harus ada komitmen pembuat untuk dengan segenap hati akan memperlakukan dan merawat pohonmya dengan baik. Tumbuhan adalah mahluk hidup, yang selalu merespon segala perlakuan kita terhadapnya, termasuk kasih sayang.
Penguasaan terhadap 4 aspek tersebut bukanlah hal-hal yang hanya bisa kita dapatkan lewat teori-teori atau buku-buku yang tersedia. Pengalaman menjadi hal terpenting untuk menguasai 4 aspek itu. Komitmen tinggi untuk mencurahkan pikiran ke segala hal yang perlu dipahami dan menangani secara langsung akan menghasilkan pengalaman-pengalaman penting yang dapat kita jadikan referensi. Setiap orang yang telah menyatakan suka terhadap seni bonsai, maka orang tersebut harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk mau mengetahui, memperlakukan dan merawat bonsainya dengan baik.
Langkah-langkah membuat bonsai
Diperlukan beberapa tahapan proses membuat bonsai. Masing-masing tahapan mempunyai perbedaan cara. Diperlukan kemampuan yang baik untuk mencapai hasil maksimal. Langkah-langkah tersebut adalah;
1. Mengadakan bahan. Bahan bonsai bisa didapat dengan berbagai cara antara lain: mencangkok, stek, menanam dari biji atau mencari bahan di alam. Diperlukan kemampuan khusus untuk bisa mengetahui atau memprediksi bahan agar dapat dijadikan bonsai yang indah. Keterbatasan dalam hal kemampuan memprediksi bahan adalah sebuah hal yang fatal dan hanya akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia atau bahkan cenderung merusak alam / lingkungan.
2. Merawat bahan. Seperti halnya seorang bayi yang baru lahir, diperlukan perawatan yang sangat khusus dan hati-hati. Demikian pula ketika kita merawat bahan bonsai. Dalam tahap ini kita hanya bisa membiarkan pohon tumbuh dengan bebas dan menjaga kesehatannya.
3. Membuat kerangka dasar. Pada tahap ini barangkali kita sudah harus memposisikan pohon sesuai dengan rencana desain secara keseluruhan. Banyak sekali hal-hal yang dilakukan, misalkan memprogram akar, membuat cabang dan ranting sampai mengubah alur batang utama. Pengetahuan tentang kebiasaan hidup masing-masing pohon akan sangat membantu pada tahap pembuatan kerangka dasar ini.
4. Menjadikan bonsai. Ini adalah tahap dimana sebuah bahan bonsai yang sudah mempunyai kerangka dasar, akan dijadikan bonsai sesuai dengan rencana desain yang sudah ditentukan. Proses yang terjadi di dalam tahap ini adalah proses-proses penggantian wadah tanam atau pot yang sesuai, pengarahan, pematangan, pengkerdilan dan penuaan. Pada tahap ini juga perlu mempertahankan kerangka dasar agar tidak tumbuh bertambah melebihi apa yang sudah direncanakan. Hal yang tak kalah penting adalah membuat dan mangarahkan cabang, ranting, dan anak ranting sesuai rencana, memperkecil daun, membuat tekstur batang, cabang dan ranting agar terlihat tua, dll.
5 Mempertahankan bonsai. Pada tahap ini kita harus sudah mengenal betul kebiasaan-kebiasaan sebuah bonsai sehubungan dengan kesehatannya, pupuk apa dan kapan harus diberikan, perawatan dan penggantian media, gangguan hama, seberapa banyak membutuhkan cahaya matahari dan angin, dll. Apabila cara perawatan diterima baik oleh bonsai kita, maka respon yang ada dari bonsai tersebut akan sangat menakjubkan. Kesehatannya akan prima serta pertumbuhannya stabil dan signifikan. Seiring dengan waktu, proses tumbuh dan bertambah tua terus berjalan. Kita dituntut untuk terus berinteraksi dengan bonsai yang sedang kita rawat. Misal, bagaimana kita bisa mempertahankan bentuk yang sudah ada atau bahkan mengurangi dan menambah sesuatu untuk tujuan memaksimalkan keindahan. Pada tahap ini biasanya terjadi puncak dimana kita bisa menikmati keindahan sebuah bonsai secara menyeluruh, baik itu keindahan secara visual dan jiwa atau aura yang terpancar.
Setelah kita mengetahui tahapan-tahapan pembuatan bonsai tersebut di atas, maka muncul pertanyaan. Sebagai pemula yang telah memutuskan untuk suka dan akan memulai berbonsai, tahapan mana yang harus ditempuh atau di geluti terlebih dulu? Kalau boleh saya menyarankan, mulailah dari tahapan yang ke-5 yaitu proses menikmati dan memahami bonsai-bonsai yang telah jadi. Mengetahui terlebih dahulu bagaimana sebuah bonsai bisa memancarkan sebuah nuansa keindahan yang sangat dalam dan bagaimana sebuah bonsai di sajikan untuk dinikmati. Semakin banyak bonsai yang kita amati dan pahami, semakin banyak pula referensi-referensi pemahaman yang kita dapat untuk kemudian bisa kita mengerti bagaimana dan apa tujuan kita berbonsai. Pengertian singkatnya adalah bagaimana kita bisa memulai sesuatu dengan baik tanpa kita mengetahui tujuan yang sebenarnya?
5 “gaya” dasar bonsai
Berangkat dari pengertian “gaya” = posisi tumbuh, kita akan lebih mudah untuk menganalisa bagaimana kondisi pohon yang saharusnya pada masing-masing 5 “gaya”dasar bonsai.
1. “Gaya” menggantung. Bonsai dalam klasifikasi ini di tampilkan menggantung ke bawah sampai ujung ranting dan daun berada di bawah dasar pot. Pohon dengan posisi menggantung dapat kita gambarkan sebagai pohon yang hidup di puncak gunung. Karena menghindar dari terpaan alam (longsor, angin, hujan, salju dll) atau mencari kelembaban yang lebih ke bawah bahkan diterpa badai, sehingga pohon tersebut tumbuh atau rubuh menjuntai ke bawah. Dapat kita bayangkan bagaimana kondisi pohon dalam posisi tumbuh yang seperti ini. Akarnya akan terlihat mencuat menahan batang pohon sesuai dengan arah kemana pohon tersebut jatuh menggantung, atau bahkan karena kondisi akarnya lemah, maka pohon akan roboh oleh terpaan alam. Gerak dasar batangnya jelas akan tumbuh dari pangkal akar mengarah di bawah garis cakrawala (horisontal) tergantung seberapa drastis pohon tersebut menggantung atau roboh. Arah tumbuh dan penempatan cabang dan dedaunan (ranting dan daun) sangat tergantung pada drama apa yang bisa ditampilkan. Sebagai contoh ada pohon menggantung yang tumbuh ke bawah karena dia mencari kelembaban atau air di bawah pangkal akar. Pada perumpamaan kondisi yang seperti ini, maka akar bisa di tampilkan lemah atau bahkan hampir tidak terlihat. penonjolan kesan drama adalah pada arah cabang, dan dedaunan yang sebaiknya ditata seolah bergerak kejar mengejar ke bawah mencari kelembaban atau air. Pada kondisi ini, hindari membuat susunan kanopi yang mencuat ke atas. Kanopi sebaiknya terbentuk dari susunan cabang dan dedaunan, membentuk gumpalan-gumpalan seperti awan, yang berbeda ukuran dan mengarah ke bawah. Pada dasarnya pohon seperti ini mau dengan sendirinya secara alami tumbuh ke bawah. Dalam kondisi ini kesan subur akan menambah kekuatan karakter dari pohon tersebut. Contoh lain; ada pohon yang ingin kita gambarkan tadinya dia tumbuh subur dan kemudian roboh oleh karena terpaan alam maka sekarang tumbuhnya menggantung. Pada kondisi seperti ini kesan dramatis dapat kita tonjolkan dari keadaan akar yang mencuat dan arahnya berlawanan dengan arah tumbuh batang seolah berusaha menahan berat batang yang menggantung. Selain itu, kombinasi batang cabang atau ranting yang mati dan dibiarkan mengering akan menambah kekuatan karakter dari pohon tersebut. Penataan cabang, dedaunan dan kanopi sebaiknya dibuat mengarah ke atas sebagai penggambaran dari pohon tersebut tadinya tumbuh subur mengarah ke sinar matahari. Banyak sekali kesan drama yang bisa di tampilkan dalam posisi pohon menggantung ini. Hal terpenting adalah bagaimana kita bisa menganalisa dan menampilkan dengan jelas pesan atau kesan alam yang diinginkan , serta dipadukan dengan prinsip pencapaian estetika seni rupa yang baik.
2. “Gaya” setengah menggantung. Bonsai dengan posisi seperti ini ditampilkan tidak sepenuhnya menggantung, ujung ranting dan daun masih berada di atas dasar pot. Pohon dengan posisi tumbuh setengah menggaantung dapat kita gambarkan sebagai pohon yang tumbuh di tebing-tebing yang curam. Meskipun ada pohon yang hidup di dataran, bisa juga dengan adanya terpaan alam maka pohon akan tumbuh dengan posisi setengah menggantung. Kemungkinan juga akibat ada tebing curam yang menghalangi tumbuhnya, maka kecenderungan tumbuhnya akan menghindar dari tebing dan karena curam maka dia akan tumbuh setengah menjuntai ke bawah. Kondisi fisik pohon dalam posisi ini hampir sama dengan pohon dalam “gaya” menggantung.
3. “Gaya” miring. Bonsai dalam posisi ini di tampilkan dengan gerak batang tumbuh miring dari garis horizontal. Arah dan sudut kemiringan sangat tergantung dari kondisi pohon. Gambaran posisi pohon miring di alam dapat kita bayangkan sebagai pohon yang hidup di tebing-tebing landai. Bisa juga pohon yang hidup di dataran tetapi salah satu sisi bagian akar tumbuhnya lemah atau terhalang sesuatu sehingga dia akan tumbuh miring ke arah akar yang lemah. Hal penting yang perlu di perhatikan terlebih dulu adalah mengetahui gejala alam apa yang menyebabkan pohon tersebut tumbuh miring. Berangkat dari sebuah tema yang telah ditentukan, kita akan menganalisa bagaimana kondisi fisik pohon sebaiknya di tampilkan. Sebagai contoh, kita akan membuat bonsai dengan posisi miring lebih dari 45 derajat karena salah satu sisi pohon akarnya lemah. Dalam kondisi ini kita bisa menampilkan pohon tersebut tumbuh miring kearah akar yang lemah (misalkan kearah kanan). Penampilan akar sebaiknya akan terlihat kuat di sebelah kiri seolah menahan berat badan pohon yang miring, di sisi lain akar terlihat lemah seolah tak kuat menopang. Cabang akan dominan tumbuh pada batang bagian kiri (punggung) karena matahari dan kondisi akar yang menunjang. Apabila kebetulan ada cabang yang tumbuh dari sisi kanan atau depan, sebaiknya kita tampilkan lemah atau berupa kayu kering dimana tampilannya hanya sekedar sebagai isian atau counter balance. Contoh lain, kita ingin membuat tema bahwa pohon tumbuh miring oleh karena ada tekanan alam dari salah satu sisi. Dapat kita gambarkan pohon dengan kondisi yang bagian sebelah kirinya mulai dari akar dan sebagian batang terkena terpaan badai terus menerus. Dalam kondisi ini kita bapat menampilkan keringan pada batang sebelah kiri mulai dari pangkal akar sampai ke bagian leher pohon. Akar akan terlihat tumbuh di bagian kanan tetapi tidak terlalu kuat, hanya terkesan menopang. Cabang, ranting dan daun akan tumbuh di bagian pohon yang berkulit, yaitu sisi bagian bawah, depan dan belakang. Akan sangat memperkuat karakter pohon tersebut apabila cabang ditampilkan agak menjuntai ke bawah dan dedaunan mengarah ke atas. Kanopi bisa ditampilkan agak sedikit mengarah ke atas atau melebar dengan bentuk kubah. Faktor keseimbangan estetika seni rupa seharusnya dapat dioptimalkan, karena dapat dipastikan keseimbangan yang terjadi bukan keseimbangan yang simetris.
4. “Gaya” tegak meliuk. Bonsai dengan posisi ini ditampilkan dengan gerak dasar batang tegak meliuk ke atas. Dapat di gambarkan pohon dengan posisi tegak meliuk ke atas adalah pohon yang hidup pada pertemuan antara tebing dan dataran. Bisa juga pohon yang hidup di tanah yang banyak bebatuan di dalamnya atau kepadatan/kesubuaran tanah yang berbeda. Dalam kondisi ini pengaruh batang tegak meliuk ke atas bisa di sebabkan kondisi akar yang tidak beraturan tumbuhnya. Bonsai dengan posisi meliuk ke atas dapat ditampilkan dalam bermacam tema. Sebagai contoh kita ingin membuat bonsai tegak meliuk yang hidup di daerah bebatuan dan tandus. Selain penonjolan gerak batang yang meliuk, besar batang sebaiknya tidak terlalu besar sehingga tercipta kesan kurus dan gersang. Akar sebaiknya ditampilkan tidak terlalu kuat mengingat dia hidup di bebatuan yang tandus. Akan lebih menonjolkan karakter apabila kita membuat cabang agak tinggi dari pangkal batang. Gerak cabang di buat sedikit meliuk pula sesuai dengan gerak meliuk batang agar irama gerak terkesan harmonis. Dengan kondisi ini dedaunan sebaiknya di tampilkan tidak lebat. Sedrastis apapun liukan batang, kanopi sebaiknya berada di atas dan kembali segaris dengan garis tengah pangkal batang. Faktor irama garis sangat perlu di pertimbangkan dengan teliti agar tidak terjadi liukan batang atau cabang yang monoton atau berulang.
5. “Gaya” tegak. Dapat di pastikan bonsai dengan posisi tegak akan ditampilkan dengan gerak dasar batang tumbuh tegak lurus keatas. Pohon dalam kondisi ini dapat digambarkan sebagai pohon yang hidup di dataran. Karena tidak terhalang sesuatu pada pertumbuhan akarnya, atau halangan lain di sekitarnya maka tumbuhnya akan tegak lurus ke atas. Dalam kondisi ini dapat di bayangkan perakaran akan tumbuh subur di seputar pangkal batang. Karena penampilan batang yang hanya tumbuh lurus keatas, penekanan komposisi dan tema alam dapat ditekankan pada akar, cabang, ranting dan dedaunan. Sebagai contoh, apabila kita ingin membuat bonsai tegak dengan kondisi akar tumbuh menyamping (horizontal) seputar pangkal batang. Sebaiknya percabangan di buat mulai tumbuh dekat pangkal batang, dan arahnya cenderung horizontal atau agak kebawah. Kanopi sebaiknya dibuat agak meruncing atau berbentuk segitiga. Apabila akar tumbuh agak keatas menopang pangkal batang, sebaiknya arah tumbuh cabang dibuat sedikit mengarah keatas dan tumbuh agak jauh dari pangkal akar. Kanopi sebaiknya dibuat agak tumpul atau berbentuk kubah. Dalam kondisi-kondisi tersebut diatas, bonsai dengan posisi tegak akan menambah kekuatan karakternya apabila ditampilkan dengan kesan subur. Akan tepapi bisa juga kita menampilkan bonsai dalam posisi tegak berkesan gersang. Misalkan kita ingin menggambarkan sebuah pohon tegak yang telah mengalami gangguan alam, tersambar petir atau terbakar secara alam. Dalam kondisi ini dapat di buat sebagian besar batang dari pangkal akar sampai ujung rusak, dan hanya menyisakan sedikit jalur kulit mengarah ke satu cabang. Penekanan hidup dan komposisi hanya pada satu cabang yang tersisa.
Dengan mengacu pada klasifikasi 5 “gaya” dasar bonsai, kita akan dapat dengan mudah menganalisa untuk membuat tema-tema alam. Hal terpenting adalah menentukan posisi dari bahan yang ada, perlu pemikiran yang cukup lama untuk bisa menemukan potensi terbaik dari sebuah bahan bonsai. Karena sebenarnya didalam proses ini kita sudah mulai merencanakan tema alam yang cocok, bentuk akhir bonsai sampai pada bagaimana cara memprosesnya. Alat bantu seperti simulasi computer atau sketsa akan sangat membantu dalam perencanaan wujud estetika seni dan nuansa alam yang ingin diciptakan.
Di dalam perkembangan bonsai kita mengenal banyak variasi gaya, antara lain “wind swept”, “raft”, “on the rock”, “grouping” dan lain-lain. Pada dasarnya semua variasi-variasi pada gaya bonsai tetap mengacu pada 5 posisi dasar yang telah kita bahas di atas. Sebagai contoh kita ingin membuat bonsai posisi miring dengan variasi “wind swept”. Kondisi dasar fisiknya adalah pohon miring, yang dapat kita analisa seperti kita membuat bonsai dalam posisi miring biasa. Yang membedakan adalah bagaimana nuansa alam pohon yang sedang tertiup angin dapat kita wujudkan dengan baik. Contoh lain, kita ingin membuat bonsai dengan posisi miring, hidup diatas batu, terdiri dari banyak pohon (grouping) dan kemudian sedang tertiup angin. Saya yakin sesulit apapun tema yang akan di berikan, akan dapat di selesaikan dengan baik. Hal ini hanya karena kita mau berpikir secara sistematis, mendasar dan menggunakan dasar pemikiran pemahaman alam dan estetika seni.
Sumber:http://rofiklaros.wordpress.com/2011/09/24/pemahaman-bonsai/
DIPERLUKAN KEBERANIAN BERKREASI DALAM MEMBUAT BONSAI
Dewasa ini bonsai oleh beberapa pakar mulai dimasukkan dalam suatu ranah seni khususnya masuk dalam ranah seni rupa. Konsekuensi logis dari penggolongan bonsai menjadi bagian dari ranah seni rupa adalah bahwa karya seni bonsai harus memenuhi kaidah-kaidah sebagai benda seni rupa. Oleh karena itu bonsai untuk dapat disebut sebagai hasil karya seni rupa yang bermutu tinggi maka untuk membuatnya para seniman bonsai perlu memahami tentang ilmu seni rupa. Pemahaman ilmu seni rupa merupakan prasyarat wajib bagi para seniman bonsai untuk dapat menjadi landasan konsep pembuatan suatu seni bonsai.
Jika seorang seniman bonsai telah memahami tentang ilmu seni rupa maka diharapkan seniman tersebut akan memiliki keinginan serta imajinasi-imajinasi yang indah, berani, liar namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu seni rupa. Diharapkan pemahaman yang memadai tentang dasar-dasar seni rupa akan menjadi pemicu dan katalis dalam penciptaan hasil karya seni bonsai yang bermutu tinggi.
Ketika seniman bonsai telah “diracuni” dengan dasar seni rupa maka dalam benak pikirannya saat membuat bonsai tentunya akan muncul unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, tekstur, keseimbangan, komposisi, dimensi, total performance. Waduh! Koq banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan untuk dapat membuat sebuah karya seni bonsai? Koq malah jadi ribet, ruwet dan sebagainya? Itu pertanyaan-pertanyaan mendasar yang akan muncul ketika awal teori-teori seni rupa dijadikan pertimbangan dalam membuat seni bonsai, tetapi ketika sudah diterapkan dan seniman memiliki rasa yang peka maka semuanya akan mengalir begitu saja. Sebuah karya seni bonsai yang bermutu tinggi tidak mesti ruwet, muter-muter, kompleks dan sebagainya. Justeru sebuah karya seni bonsai yang bermutu tinggi adalah karya seni bonsai yang penuh kesederhanaan namun mampu menampilkan seluruh unsur-unsur seni rupa secara pas.
Seorang seniman bonsai untuk dapat menghasilkan karya yang bermutu tinggi juga harus berani mengekplorasi setiap kemungkinan yang ada baik dari segi pemanfaatan bahan pokok, material pendukung maupun dari segi konsep bonsai yang hendak diwujudkan serta cara-cara pengerjaan. Bahkan jika perlu harus berani bersifat kontemporer yaitu melawan, menentang kaidah-kaidah yang selama ini telah mapan dengan cara-cara atau kaidah yang baru yang dapat dipertanggungjawabkan namun mampu memberikan hasil yang jauh lebih baik dari kaidah yang telah ada.
Keberanian para seniman bonsai untuk bersifat kontemporer menurut pendapat penulis akan lebih mampu mendorong munculnya kreativitas-kreativitas “nakal dan liar” dari para seniman sehingga hasil karya seni bonsai tidak hanya yang seperti itu-itu saja. Fakta sejarah menunjukkan bahwa perkembangan kemajuan jaman diperoleh dari usaha-usaha yang terkadang melawan kaidah yang telah ada, berasal dari upaya yang nekat dan berhasil. Kenapa hal ini tidak kita coba untuk berkarya di bidang seni bonsai yang dasarnya merupakan hobby yang kecenderungannya untuk memuaskan hasrat hati atau egoisme pribadi? Kenapa untuk hobby kesenangan hati, kita masih mau dibelenggu dengan aturan-aturan yang diciptakan oleh orang lain yang belum tentu cocok untuk kita?
Oleh karenanya, sekarang beranikah Anda untuk menghasilkan karya seni bonsai yang bersifat Anda Banget? Narsis bukanlah dosa!
sumber; lintas batas
Belajar Bonsai Seperti Kungfu
Belajar bonsai itu seperti belajar kungfu. Kita harus menguasai dasar kuda-kuda yang kuat. Karena bonsai itu seni, maka istilah-istilah seni harus dikuasai. Selain itu, harus sering mengerjakan sendiri, bukan hanya sekadar baca buku.
Menurut Syamsul Bachri, dasar-dasar parameter bonsai sebagai karya seni meliputi flow, komposisi, dimensi atau kedalaman dan keseimbangan (balance). “Keempat unsur ini harus dikuasai manakala ingin membuat bonsai yang bagus,” ujar mantan anggota Dewan Juri yang mengundurkan diri ini.
Meski demikian, menurut Syamsul, tidak ada pakem dalam dunia bonsai. Apa yang disebut-sebut sebagai aturan membuat bonsai itu hanya semacam panduan untuk membuat bonsai yang baik. Tetapi bukan hanya itu satu-satunya panduan. Tergantung bonsai bagaimana yang hendak dibuat. Kalau toh harus disebut pakem, paling-paling syarat bonsai hanyalah berupa pohon yang berbatang keras, berumur panjang, berdaun kecil atau dapat dikecilkan.
Tetapi sebagai pohon yang hidup, menurut mantan ketua PPBI Cabang Malang ini, seorang pembonsai juga harus menguasai aspek teknisnya atau nonseni. Seperti misalnya melakukan pengawatan (wiring), pruning, tracking sampai dengan potting. Yang harus diperhatikan, bahwa kesan alami itu penting. Bahwa alam memang guru terbaik untuk belajar bonsai. Fenomena alam memang tidak salah.
Apakah bonsai dapat menjadi budaya Indonesia? “Sulit. Kecuali ada bonsai Indonesia yang juara dunia, atau ada senimannya yang menonjol,” jawab Syamsul.
Harus diakui, tambahnya, bahwa bonsai bukan budaya Indonesia. Asal usulnya memang dari China, kemudian dikembangkan di Jepang. Belakangan China malah belajar dari Jepang. Ini karena karya bonsai China tidak ada yang bagus. Semua negara belajar bonsai dari Jepang, termasuk Indonesia. Jepang memang kiblatnya bonsai. Kita musti salut. Bisa menyamai saja sudah bagus. Meskipun, kita juga harus obyektif, bahwa tidak semua bonsai Jepang musti bagus.
Ketika kemudian bonsai sering disebut-sebut sebagai karya seni, ada istilah bonsai kontemporer. Meskipun, dari segi fisiknya, bonsai yang belakangan disebut kontemporer itu memang sudah ada sejak dulu.
Kata Syamsul, orang sering salah kaprah, menyebut bonsai kontemporer sebagai bonsai yang di-jin atau ditekuk-tekuk. Seharusnya, disebut kontemporer itu manakala terdapat perubahan drastis dari bentuk asalnya. Betul-betul ekstrim. Kalau perlu belajar pada Kimura, yang mampu menjadikan bonsai berubah secara total, dari awal hingga akhir. Itulah namanya kontemporer.
Junipers adalah jenis pohon yang ideal untuk ditekuk-tekuk kalau hendak membuat bonsai yang ekspresionis. Meski demikian, Syamsul lebih tertarik dengan bonsai gaya lama, seperti Chinensis gaya chokkan. Atau juga, Chinensis dengan gaya windswept.
Mengaku sebagai perintis pusat bonsai di Pluit, Jakarta, bersama dengan Kuswanda, Syamsul sekarang lebih suka menenangkan diri di Batu, sebuah kota wisata di perbukitan. Dia membina Paguyuban Bonsai Kota Batu, yang kini punya anggota sekitar 50-an. Sudah dua kali pameran. Pertama di hotel Purnama, dua tahun lalu, diikuti 200 peserta, kelas Jadi dan Prospek. Pameran kedua di Balai Desa Punten, akhir Maret lalu. – hnc
Syamsul Bachri
(Tabloid Go Green edisi 7/2009)
Bonsai Batam, Bonsai Kontemporer, Bonsai Modern, Belajar Bonsai, Seni Bonsai, Bonsai Learning, Bonsai Teaching, Bonsai Pemula, Bonsai Master, Batam, Barelang, Kepri, Indonesia, Dasar Bonsai, Tanaman Kerdil, Tanaman Hias